Tuesday, April 30, 2013

Asidosis Tubulus Renalis (ATR)


Pendahuluan
ATR Adalah suatu penyakit ginjal (renal) khususnya pada bagian tubulus renalis-nya. Menurut sejumlah literatur ilmiah bidang kesehatan, penyakit ATR ini memang tergolong penyakit langka, dengan manifestasi klinis yang tidak spesifik sehingga diagnosis sering terlambat.
Dalam keadaan normal, ginjal menyerap asam sisa metabolisme dari darah dan membuangnya ke dalam urin. Pada penderita penyakit ini, bagian dari ginjal yang bernama tubulus renalis tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga hanya sedikit asam yang dibuang ke dalam urin. Akibatnya terjadi penimbunan asam dalam darah, yang mengakibatkan terjadinya asidosis, yakni tingkat keasamannya menjadi di atas ambang normal (Hamiwanto, 2007[Online]).
Menurut sejumlah literatur ilmiah bidang kesehatan, penyakit ATR ini memang tergolong penyakit yang jarang terjadi, dengan manifestasi klinis yang tidak spesifik sehingga diagnosis sering terlambat. Namun menurut Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A (K), dokter spesialis gizi dan metabolik anak pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak di RSCM Jakarta, pasien penyakit ATR yang dia ditangani semakin hari semakin banyak. Pada tahun 2005 saja, pasien ATR yang dia tangani ada sekitar 20-an orang anak. Dan setiap tahun angka prevalensinya senantiasa bertambah.
Berdasarkan  hal  tersebut,  maka  penulis  ingin  meneliti  lebih  lanjut mengenai Apa yang dimaksud dengan Asidosis Tubulus Renalis (ATR)? Apa penyebab dari Asidosis Tubulus Renalis (ATR)? Bagaimana gejala dari penyakit Asidosis Tubulus Renalis (ATR)? Apa dampak yang ditimbulkan dari penyakit ATR? dan Bagaimana  pengobatan Asidosis Tubulus Renalis (ATR)?

Pengertian Asidosis Tubulus Renalis (ATR)
Asidosis Tubulus Renalis (ATR) adalah sindrom klinik yang disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal untuk menjaga perbedaan pH normal antara darah dan lumen tubulus ginjal. Gangguan yang terjadi berupa gangguan reabsorbsi bikarbonat pada tubulus ginjal, gangguan ekskresi H+, atau keduanya sehingga menyebabkan asidosis metabolik yang terus menerus (Pediatri, 2003).
Pada asidosis tubulus ginjal terdapat kegagalan sekresi ion hidrogen di tubulus distal. pH urin tetap terlalu tinggi walaupun terdapat asidosis sistemik yang berat. Gangguan ini bisa diturunkan sebagai sifat dominan autosomal atau terjadi akibat kerusakan medulla ginjal karena pielonefritis, uropati obstruktif, ginjal spons medulla, atau iskemia. Secara keseluruhan, 70% pasien mengalami nefrokalsinosis, dan osteomalasia (atau rakitis pada anak-anak) sering dijumpai. Pengobatannya adalah pemberian bikaronat oral, sering disertai suplemen kalium (Rubenstein, 2003)
Asidosis Tubulus Renalis ditandai adanya asidosis metabolic hiperkloremik dengan senjang anion plasma dan laju filtrasi glomerulus normal. Manifestasi klinis ATR tidak spesifik dapat berupa gangguan pertumbuhan, anoreksia, muntah, konstipasi, diare, dehidrasi dan poliuria. Diagnosis dini dan tata laksana yang adekuat sangat penting untuk mencegah komplikasi seperti gagal tumbuh, nefrokalsinosis, nefrolitiasis, dan gagal ginjal. ATR dapat dibedakan menjadi 4 tipe yaitu tipe I atau distal, tipe II atau proksimal, tipe III atau hibrid, dan tipe IV atau ATR hiperkalemik (Pediatri, 2003).
Renal Tubular Asidosis (RTA) adalah suatu kondisi medis yang melibatkan suatu akumulasi asam dalam tubuh karena kegagalan ginjal untuk tepat mengasamkan urinKetika darah disaring oleh ginjal, filtrat melewati tubulus dari nefron, memungkinkan untuk pertukaran garam, setara asam, dan zat terlarut lain sebelum mengalir ke kandung kemih sebagai urin. Para asidosis metabolik yang dihasilkan dari RTA dapat disebabkan baik oleh kegagalan untuk memulihkan cukup (alkali) ion bikarbonat dari filtrat di bagian awal nefron (proksimal tubulus) atau oleh sekresi tidak cukup (asam) ion hidrogen menjadi bagian terakhir nefron (tubulus distal) (Hamiwanto, 2007 [Online]).
Meskipun asidosis metabolik juga terjadi pada mereka dengan insufisiensi ginjal, istilah RTA disediakan untuk individu dengan pengasaman urin miskin di dinyatakan ginjal yang berfungsi dengan baik. Beberapa jenis RTA ada, yang semua memiliki sindrom yang berbeda dan penyebab yang berbeda (Hamiwanto, 2007 [Online]).
Para asidosis kata mengacu pada kecenderungan RTA untuk menurunkan pH darah. Bila pH darah di bawah normal (7,35), ini disebut acidemia. Asidosis metabolik yang disebabkan oleh RTA adalah asidosis anion gap yang normal (Hamiwanto, 2007 [Online]).
Dalam keadaan normal, ginjal menyerap asam sisa metabolisme dari darah dan membuangnya ke dalam urin. Pada penderita penyakit ini, bagian dari ginjal yang bernama tubulus renalis tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga hanya sedikit asam yang dibuang ke dalam urin. Akibatnya terjadi penimbunan asam dalam darah, yang mengakibatkan terjadinya asidosis, yakni tingkat keasamannya menjadi di atas ambang normal (Hamiwanto, 2007 [Online]).

Penyebab Asidosis Tubulus Renalis (ATR)
Dunia kedokteran belum dapat memastikan penyebab ATR. Namun diduga penyakit ini disebabkan faktor keturunan atau bisa timbul akibat obat-obatan, keracunan logam berat atau penyakit autoimun (misalnya lupus eritematosus sistemik atau sindroma Sjogren) (Hamiwanto, 2007 [Online]).
Menurut Rubenstein (2003) menyatakan bahwa gangguan Asidosis Tubulus Renalis (ATR) bisa diturunkan sebagai sifat dominan autosomal atau terjadi akibat kerusakan medula ginjal karena pielonefritis, uropati obstruktif, ginjal spons medulla, atau iskemia.

(Hayes, 1997)
Bawaan cacat pada gen yang mengatur beberapa sistem transportasi yang terlibat dalam kontrol tubular asam-basa keseimbangan mengarah pada berbagai jenis dari RTA primer. Ginjal kembali menyerap unutuk menyaring bikarbonat dan, di samping itu, menyusun kembali bikarbonat yang digunakan dalam penyangga asam yang tetap diproduksi sehari-hari. Sebagian besar reabsorpsi bikarbonat mengambil tempat di tubulus proksimal sedangkan ekskresi ion hidrogen dengan pemulihan digabungkan bikarbonat terjadi di nefron distal (Chan, 2007).

Gejala Asidosis Tubulus Renalis (ATR)
Tanda dan Gejala yang ditimbulkan dari penyakit ini antara lain:
-                  Tinnitus, mata kabur dan vertigo karena keracunan salisilat
-                  Gangguan Visual, dimming, photophobia, scotomata, and frank blindness
-                  Palpitasi (berdebar-debar)
-                  Nyeri dada
-                  Sakit Kepala
-                  Perubahan visual
-                  Perubahan Mental
-                  Mual, muntah
-                  Nyeri perut
-                  Diare
-                  Polyphagia
-                  Kelemahan otot
-                  Nyeri tulang
·         Neurologi
o   Kelemahan Saraf kranial karena intoksikasi ethylene glycol.
o   Retinal edema Lethargy, stupor, and coma karena metabolic acidosis berat, sebagian dikaitkan dengan toxic ingestion
·         Kardiovascular
o   Hipotensi dan dan gagal jantung kongestif
o   Paru Sesak ( tachypnea and hyperpnea).
o   Napas Kussmaul (napas cepat dan dalam)Hyperventilasi
·         Musculoskeletal
Malformasi tulang panjang dan fraktur atau patah tulang (vitamin D resistant, rickets)
(Hamiwanto, 2007 [Online]).
Dampak Asidosis Tubulus Renalis (ATR)
Penyakit asidosis jika dibiarkan bisa menimbulkan dampak berikut:
§  Rendahnya kadar kalium dalam darah. Jika kadar kalium darah rendah, maka terjadi kelainan neurologis seperti kelemahan otot, penurunan refleks dan bahkan kelumpuhan.
§  Pengendapan kalsium di dalam ginjal yang dapat mengakibatkan pembentukan batu ginjal. Jika itu terjadi maka bisa bisa terjadi kerusakan pada sel-sel ginjal dan gagal ginjal kronis.
§  Kecenderungan terjadinya dehidrasi (kekurangan cairan)
§  Pelunakan dan pembengkokan tulang yang menimbulkan rasa nyeri (osteomalasia atau rakitis).
§  Gangguan motorik tungkai bawah merupakan keluhan utama yang sering ditemukan, sehingga anak mengalami keterlambatan untuk dapat duduk, merangkak, dan berjalan.
§  Kecenderungan gangguan pencernaan, karena kelebihan asam dalam lambung dan usus, sehingga pasien mengalami gangguan penyerapan zat gizi dari usus ke dalam darah. Akibat selanjutnya pasien mengalami keterlambatan tumbuh kembang (delayed development) dan berat badan kurang.
(Hamiwanto, 2007 [Online]).

Pengobatan Asidosis Tubulus Renalis (ATR)
Sejauh ini dunia kedokteran belum menemukan obat atau terapi untuk menyembuhkannya, karena penyakit ini tergolong sebagai kerusakan organ tubuh, seperti penyakit diabetes mellitus (akibat kerusakan kelenjar insulin). Sementara ini penanganan ATR baru sebatas terapi untuk mengontrol tingkat keasaman darah, yaitu dengan memberikan obat yang mengandung zat bersifat basa (alkalin) secara berkala (periodik), sehingga tercapai tingkat keasaman netral, seperti pada orang normal. Zat basa ini mengandung bahan aktif natrium bikarbonat (bicnat) (Hamiwanto, 2007 [Online]).
Karena penyakit ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkannya, sebagaimana disebut di atas, maka pemberian bicnat akan berlangsung dalam jangka waktu yang sangat panjang. Bahkan mungkin hingga seumur hidupnya (Hamiwanto, 2007 [Online]).
Jika sulit untuk meminum obat misalnya pada anak-anak, Dokter juga merekomendasikan pemakaian sonde atau selang nasogastrik (NGT) yang dimasukkan ke dalam lubang hidung pasien, masuk ke rongga hidung, lalu ke tenggorokan, hingga berujung di dalam lambung. Pada ujung luar NGT terdapat katup untuk membuka-menutup jalan masuk obat. Orangtua tinggal memasukkan obat melalui NGT tersebut dengan bantuan spuit (alat suntik) (Hamiwanto, 2007 [Online]).
Tujuan terapi adalah koreksi asidosis dan mempertahankan kadar bikarbonat dan kalium serum normal. Sebagian besar keadaan penderita dapat dikoreksi dengan terapi oral; pada bayi yang sedang menderita asidosis dan hipokalemia berat, mungkin pada mulanya diperlukan terapi intra vena. Larutan alkalinisasi untuk penggunaan oral yang paling kurang mahal dan paling mudah adalah larutan Shohl yang mengandung “ekuivalen bikarbonat” sebagai natrium sitrat 1 mEq/mL. untuk penderita yang memerlukan penambahan kalium, dapat ditambahkan kalium sitrat untuk membentuk larutan yang mengandung 1 mEq/mL masing-masing natrium dan kalium, dan 2 mEq/mL ekuivalen bikarbonat. Tablet bikarbonat (325 dan 650 mg) dapat juga digunakan pada penderita yang lebih tua. Penderita yang sedang menderita ATG defisiensi-mineralkortikoid mungkin juga memerlukan diuretic dan/atau resin polisitiren sulfonat untuk mengurangi kadar kalium sampai normal. Penambahan karnitin dapat bermanfaat jika kadar serumnya menurun (Behrman, 2000).
Kesimpulan
Asidosis Tubulus Renalis (ATR) adalah suatu kondisi medis yang melibatkan suatu akumulasi asam dalam tubuh karena kegagalan ginjal untuk tepat mengasamkan urin. Pada penderita penyakit ini, bagian dari ginjal yang bernama tubulus renalis tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga hanya sedikit asam yang dibuang ke dalam urin. Akibatnya terjadi penimbunan asam dalam darah, yang mengakibatkan terjadinya asidosis, yakni tingkat keasamannya menjadi di atas ambang normal
Penyebab penyakit ini Asidosis Tubulus Renalis (ATR) diduga karena faktor keturunan atau bisa timbul akibat obat-obatan, keracunan logam berat atau penyakit autoimun (misalnya lupus eritematosus sistemik atau sindroma Sjogren).
Gejala dari penyakit Asidosis Tubulus Renalis antara lain adalah tinnitus, palpitasi (berdebar-debar), nyeri dada, sakit kepala, perubahan visual, perubahan mental, mual, muntah, nyeri perut, diare, polyphagia, kelemahan otot, nyeri tulang.
Penyakit asidosis jika dibiarkan bisa menimbulkan dampak, diantaranya adalah rendahnya kadar kalium dalam darah, pengendapan kalsium di dalam ginjal yang dapat mengakibatkan pembentukan batu ginjal, dehidrasi, rakitis, gangguan motorik tungkai bawah, dan gangguan pencernaan.
Penanganan ATR baru sebatas terapi untuk mengontrol tingkat keasaman darah, yaitu dengan memberikan obat yang mengandung zat bersifat basa (alkalin) secara berkala (periodik), sehingga tercapai tingkat keasaman netral, seperti pada orang normal. Zat basa ini mengandung bahan aktif natrium bikarbonat (bicnat)

Daftar Pustaka
Behrman, Richard E., dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 Vol. 3. Jakarta: EGC.
Chan, James C. M., & Fernando Santos. Renal Tubular Acidosis in Childhood. World Journal Pediatrics, 2007; 3(2): 92-97.
Hamiwanto. 2007.  Mengenal Penyakit Asidosis Tubulus Renalis. http://hamiwanto.multiply.com/journal/item/2.[ Diakses 11 Januari 2013].
Hayes, Peter C & Thomas W. Mackay. 1997. Buku Saku Diagnosis dan Terapi. Jakarta: EGC.
Pardede, Sudung O., dkk. 2003. Gambaran Klinis Asidosis Tubulus Renalis pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 4, No. 4, Maret 2003: 192-197.
Rubenstein, David, dkk. 2003. Kedokteran Klinis. Jakarta: Erlangga.

2 comments:

  1. met kenal, literatur sangat bagus..


    tulisanantik.blogspot.com

    ReplyDelete
  2. Semoga ilmu kedokteran bisa menemukan obatnya ya biar ga ketergantungan obat,khusus buat penderita ATR sabar ya kuasa Allah SWT di atas segalanya

    ReplyDelete