Pendahuluan
ATR Adalah suatu
penyakit ginjal (renal) khususnya pada bagian tubulus renalis-nya. Menurut
sejumlah literatur ilmiah bidang kesehatan, penyakit ATR ini memang tergolong
penyakit langka, dengan manifestasi klinis yang tidak spesifik sehingga diagnosis
sering terlambat.
Dalam keadaan normal,
ginjal menyerap asam sisa metabolisme dari darah dan membuangnya ke dalam urin.
Pada penderita penyakit ini, bagian dari ginjal yang bernama tubulus renalis
tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga hanya sedikit asam yang
dibuang ke dalam urin. Akibatnya terjadi penimbunan asam dalam darah, yang
mengakibatkan terjadinya asidosis, yakni tingkat keasamannya menjadi di atas
ambang normal (Hamiwanto, 2007[Online]).
Menurut sejumlah
literatur ilmiah bidang kesehatan, penyakit ATR ini memang tergolong penyakit
yang jarang terjadi, dengan manifestasi klinis yang tidak spesifik sehingga
diagnosis sering terlambat. Namun menurut Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A
(K), dokter spesialis gizi dan metabolik anak pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak
di RSCM Jakarta, pasien penyakit ATR yang dia ditangani semakin hari semakin
banyak. Pada tahun 2005 saja, pasien ATR yang dia tangani ada sekitar 20-an
orang anak. Dan setiap tahun angka prevalensinya senantiasa bertambah.
Berdasarkan hal
tersebut, maka penulis
ingin meneliti lebih
lanjut mengenai Apa yang dimaksud dengan Asidosis Tubulus Renalis (ATR)?
Apa penyebab dari Asidosis Tubulus Renalis (ATR)? Bagaimana gejala dari
penyakit Asidosis Tubulus Renalis (ATR)? Apa dampak yang ditimbulkan dari
penyakit ATR? dan Bagaimana pengobatan Asidosis
Tubulus Renalis (ATR)?
Pengertian
Asidosis Tubulus Renalis (ATR)
Asidosis Tubulus
Renalis (ATR) adalah sindrom klinik yang disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal
untuk menjaga perbedaan pH normal antara darah dan lumen tubulus ginjal.
Gangguan yang terjadi berupa gangguan reabsorbsi bikarbonat pada tubulus
ginjal, gangguan ekskresi H+, atau keduanya sehingga menyebabkan asidosis
metabolik yang terus menerus (Pediatri,
2003).
Pada asidosis tubulus ginjal terdapat kegagalan sekresi ion
hidrogen di tubulus distal. pH urin tetap terlalu tinggi walaupun terdapat
asidosis sistemik yang berat. Gangguan ini bisa diturunkan sebagai sifat
dominan autosomal atau terjadi akibat kerusakan medulla ginjal karena
pielonefritis, uropati obstruktif, ginjal spons medulla, atau iskemia. Secara
keseluruhan, 70% pasien mengalami nefrokalsinosis, dan osteomalasia (atau
rakitis pada anak-anak) sering dijumpai. Pengobatannya adalah pemberian
bikaronat oral, sering disertai suplemen kalium (Rubenstein, 2003)
Asidosis Tubulus
Renalis ditandai adanya asidosis metabolic hiperkloremik dengan senjang anion
plasma dan laju filtrasi glomerulus normal. Manifestasi klinis ATR tidak
spesifik dapat berupa gangguan pertumbuhan, anoreksia, muntah, konstipasi,
diare, dehidrasi dan poliuria. Diagnosis dini dan tata laksana yang adekuat
sangat penting untuk mencegah komplikasi seperti gagal tumbuh, nefrokalsinosis,
nefrolitiasis, dan gagal ginjal. ATR dapat dibedakan menjadi 4 tipe yaitu tipe
I atau distal, tipe II atau proksimal, tipe III atau hibrid, dan tipe IV atau
ATR hiperkalemik (Pediatri,
2003).
Renal Tubular Asidosis (RTA) adalah
suatu kondisi medis yang melibatkan suatu akumulasi asam dalam tubuh karena
kegagalan ginjal untuk tepat mengasamkan urin. Ketika darah disaring oleh ginjal,
filtrat melewati tubulus dari nefron, memungkinkan untuk pertukaran garam,
setara asam, dan zat terlarut lain sebelum mengalir ke kandung kemih sebagai
urin. Para asidosis metabolik yang dihasilkan dari RTA dapat disebabkan baik
oleh kegagalan untuk memulihkan cukup (alkali) ion bikarbonat dari filtrat di
bagian awal nefron (proksimal tubulus) atau oleh sekresi tidak cukup (asam) ion
hidrogen menjadi bagian terakhir nefron (tubulus distal) (Hamiwanto, 2007
[Online]).
Meskipun asidosis metabolik juga
terjadi pada mereka dengan insufisiensi ginjal, istilah RTA disediakan untuk
individu dengan pengasaman urin miskin di dinyatakan ginjal yang berfungsi
dengan baik. Beberapa jenis RTA ada, yang semua memiliki sindrom yang berbeda
dan penyebab yang berbeda (Hamiwanto, 2007 [Online]).
Para asidosis kata mengacu pada
kecenderungan RTA untuk menurunkan pH darah. Bila pH darah di bawah normal
(7,35), ini disebut acidemia. Asidosis metabolik yang disebabkan oleh RTA
adalah asidosis anion gap yang normal (Hamiwanto, 2007 [Online]).
Dalam keadaan normal, ginjal menyerap asam sisa metabolisme
dari darah dan membuangnya
ke dalam urin. Pada penderita penyakit ini, bagian dari ginjal yang bernama
tubulus renalis tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga hanya
sedikit asam yang
dibuang ke dalam urin. Akibatnya terjadi penimbunan asam dalam darah, yang
mengakibatkan terjadinya asidosis, yakni tingkat keasamannya menjadi di atas
ambang normal (Hamiwanto, 2007 [Online]).
Penyebab
Asidosis Tubulus Renalis (ATR)
Dunia kedokteran belum
dapat memastikan penyebab ATR. Namun diduga penyakit ini disebabkan faktor
keturunan atau bisa timbul akibat obat-obatan, keracunan logam berat atau
penyakit autoimun (misalnya lupus eritematosus sistemik atau sindroma Sjogren) (Hamiwanto,
2007 [Online]).
Menurut Rubenstein (2003) menyatakan bahwa gangguan Asidosis
Tubulus Renalis (ATR) bisa diturunkan sebagai sifat dominan autosomal atau
terjadi akibat kerusakan medula ginjal karena pielonefritis, uropati
obstruktif, ginjal spons medulla, atau iskemia.
(Hayes, 1997)
Bawaan cacat pada gen yang mengatur beberapa sistem
transportasi yang terlibat dalam kontrol tubular asam-basa keseimbangan
mengarah pada berbagai jenis dari RTA primer. Ginjal kembali menyerap unutuk
menyaring bikarbonat dan, di samping itu, menyusun kembali bikarbonat yang
digunakan dalam penyangga asam yang tetap diproduksi sehari-hari. Sebagian
besar reabsorpsi bikarbonat mengambil tempat di tubulus proksimal sedangkan
ekskresi ion hidrogen dengan pemulihan digabungkan bikarbonat terjadi di nefron
distal (Chan, 2007).
Gejala
Asidosis Tubulus Renalis (ATR)
Tanda dan
Gejala yang ditimbulkan dari penyakit
ini antara lain:
-
Tinnitus,
mata kabur dan vertigo karena keracunan salisilat
-
Gangguan
Visual, dimming, photophobia, scotomata, and frank blindness
-
Palpitasi
(berdebar-debar)
-
Nyeri
dada
-
Sakit
Kepala
-
Perubahan
visual
-
Perubahan
Mental
-
Mual,
muntah
-
Nyeri
perut
-
Diare
-
Polyphagia
-
Kelemahan
otot
-
Nyeri
tulang
·
Neurologi
o
Kelemahan
Saraf kranial karena intoksikasi ethylene glycol.
o
Retinal
edema Lethargy, stupor, and coma karena metabolic acidosis berat, sebagian
dikaitkan dengan toxic ingestion
·
Kardiovascular
o
Hipotensi
dan dan gagal jantung kongestif
o
Paru
Sesak ( tachypnea and hyperpnea).
o
Napas
Kussmaul (napas cepat dan dalam)Hyperventilasi
·
Musculoskeletal
Malformasi tulang panjang dan fraktur atau patah tulang
(vitamin D resistant, rickets)
(Hamiwanto, 2007 [Online]).
Dampak
Asidosis Tubulus Renalis (ATR)
Penyakit
asidosis jika dibiarkan bisa menimbulkan dampak berikut:
§ Rendahnya
kadar kalium dalam darah. Jika kadar kalium darah rendah, maka terjadi kelainan
neurologis seperti kelemahan otot, penurunan refleks dan bahkan kelumpuhan.
§ Pengendapan
kalsium di dalam ginjal yang dapat mengakibatkan pembentukan batu ginjal. Jika
itu terjadi maka bisa bisa terjadi kerusakan pada sel-sel ginjal dan gagal
ginjal kronis.
§ Kecenderungan
terjadinya dehidrasi (kekurangan cairan)
§ Pelunakan
dan pembengkokan tulang yang menimbulkan rasa nyeri (osteomalasia atau
rakitis).
§ Gangguan
motorik tungkai bawah merupakan keluhan utama yang sering ditemukan, sehingga
anak mengalami keterlambatan untuk dapat duduk, merangkak, dan berjalan.
§ Kecenderungan
gangguan pencernaan, karena kelebihan asam dalam lambung dan usus, sehingga
pasien mengalami gangguan penyerapan zat gizi dari usus ke dalam darah. Akibat
selanjutnya pasien mengalami keterlambatan tumbuh kembang (delayed development)
dan berat badan kurang.
(Hamiwanto, 2007 [Online]).
Pengobatan
Asidosis Tubulus Renalis (ATR)
Sejauh ini dunia kedokteran belum menemukan obat atau terapi
untuk menyembuhkannya, karena penyakit ini tergolong sebagai kerusakan organ
tubuh, seperti penyakit diabetes mellitus (akibat kerusakan kelenjar insulin). Sementara
ini penanganan ATR baru sebatas terapi untuk mengontrol tingkat keasaman darah,
yaitu dengan memberikan obat yang mengandung zat bersifat basa (alkalin) secara
berkala (periodik), sehingga tercapai tingkat keasaman netral, seperti pada
orang normal. Zat basa ini mengandung bahan aktif natrium bikarbonat (bicnat) (Hamiwanto, 2007 [Online]).
Karena penyakit ini belum ditemukan obat untuk
menyembuhkannya, sebagaimana disebut di atas, maka pemberian bicnat akan
berlangsung dalam jangka waktu yang sangat panjang. Bahkan mungkin hingga
seumur hidupnya (Hamiwanto, 2007 [Online]).
Jika sulit untuk meminum obat misalnya pada anak-anak, Dokter juga merekomendasikan
pemakaian sonde atau selang nasogastrik (NGT) yang dimasukkan ke dalam lubang
hidung pasien, masuk ke rongga hidung, lalu ke tenggorokan, hingga berujung di
dalam lambung.
Pada ujung luar NGT terdapat katup untuk membuka-menutup
jalan masuk obat. Orangtua tinggal memasukkan obat melalui NGT tersebut dengan bantuan spuit (alat suntik) (Hamiwanto, 2007 [Online]).
Tujuan terapi adalah koreksi asidosis dan mempertahankan
kadar bikarbonat dan kalium serum normal. Sebagian besar keadaan penderita
dapat dikoreksi dengan terapi oral; pada bayi yang sedang menderita asidosis
dan hipokalemia berat, mungkin pada mulanya diperlukan terapi intra vena.
Larutan alkalinisasi untuk penggunaan oral yang paling kurang mahal dan paling
mudah adalah larutan Shohl yang mengandung “ekuivalen bikarbonat” sebagai
natrium sitrat 1 mEq/mL. untuk penderita yang memerlukan penambahan kalium,
dapat ditambahkan kalium sitrat untuk membentuk larutan yang mengandung 1
mEq/mL masing-masing natrium dan kalium, dan 2 mEq/mL ekuivalen bikarbonat.
Tablet bikarbonat (325 dan 650 mg) dapat juga digunakan pada penderita yang
lebih tua. Penderita yang sedang menderita ATG defisiensi-mineralkortikoid
mungkin juga memerlukan diuretic dan/atau resin polisitiren sulfonat untuk
mengurangi kadar kalium sampai normal. Penambahan karnitin dapat bermanfaat
jika kadar serumnya menurun (Behrman, 2000).
Kesimpulan
Asidosis Tubulus Renalis (ATR) adalah suatu
kondisi medis yang melibatkan suatu akumulasi asam dalam tubuh karena kegagalan
ginjal untuk tepat mengasamkan urin. Pada penderita penyakit ini, bagian dari ginjal yang
bernama tubulus renalis tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga
hanya sedikit asam yang
dibuang ke dalam urin. Akibatnya terjadi penimbunan asam dalam darah, yang
mengakibatkan terjadinya asidosis, yakni tingkat keasamannya menjadi di atas
ambang normal
Penyebab penyakit ini
Asidosis Tubulus Renalis (ATR) diduga karena faktor keturunan atau bisa timbul
akibat obat-obatan, keracunan logam berat atau penyakit autoimun (misalnya
lupus eritematosus sistemik atau sindroma Sjogren).
Gejala dari penyakit Asidosis Tubulus
Renalis antara lain adalah tinnitus, palpitasi (berdebar-debar), nyeri dada,
sakit kepala, perubahan visual, perubahan mental, mual, muntah, nyeri perut,
diare, polyphagia, kelemahan otot, nyeri tulang.
Penyakit asidosis jika
dibiarkan bisa menimbulkan dampak, diantaranya adalah rendahnya kadar kalium
dalam darah, pengendapan kalsium di dalam ginjal yang dapat mengakibatkan
pembentukan batu ginjal, dehidrasi, rakitis, gangguan motorik tungkai bawah,
dan gangguan pencernaan.
Penanganan ATR baru sebatas terapi untuk mengontrol tingkat
keasaman darah, yaitu dengan memberikan obat yang mengandung zat bersifat basa
(alkalin) secara berkala (periodik), sehingga tercapai tingkat keasaman netral,
seperti pada orang normal. Zat basa ini mengandung bahan aktif natrium bikarbonat (bicnat)
Daftar
Pustaka
Behrman, Richard E., dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 Vol. 3.
Jakarta: EGC.
Chan, James C. M., & Fernando
Santos. Renal Tubular Acidosis in Childhood. World Journal Pediatrics, 2007; 3(2): 92-97.
Hamiwanto. 2007. Mengenal Penyakit Asidosis Tubulus Renalis. http://hamiwanto.multiply.com/journal/item/2.[
Diakses 11 Januari 2013].
Hayes, Peter C & Thomas W. Mackay.
1997. Buku Saku Diagnosis dan Terapi.
Jakarta: EGC.
Pardede, Sudung O., dkk. 2003. Gambaran
Klinis Asidosis Tubulus Renalis pada Anak. Sari
Pediatri, Vol. 4, No. 4, Maret 2003: 192-197.
Rubenstein, David, dkk. 2003. Kedokteran Klinis. Jakarta: Erlangga.